Kelahiran seorang anak membawa kebahagiaan bagi pasangan suami istri dan keluarga besar. Apalagi jika itu merupakan kelahiran anak pertama yang sudah dinanti-nantikan sekian lama. Sebagai ungkapan rasa syukur dan bahagia, dalam islam disunnahkan untuk melakukan aqiqah atas kelahiran bayi pada hari ketujuh kelahiran, atau hari ke-14 dan atau pada hari ke-21. Aqiqah merupakan ibadah sunnah, yang menurut beberapa pendapat ulama sepakat bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan) bagi orang tua. Namun tentu saja pelaksanaan aqiqah tetap memperhatikan kemampuan dan kondisi ekonomi orang tua. Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak anak yang belum diaqiqahi hingga dewasa karena tidak adanya biaya ataupun belum pahamnya orang tua dengan dalil dan fadhilah aqiqah. Lalu bagaimana jika sang anak hingga dewasa dan menikah belum diaqiqahi?
Bolehkah Suami Mengaqiqahi Istri?
Dalil pelaksanaan aqiqah salah satunya adalah hadist Rasulullah SAW sebagai berikut:
Dari Salman Bin Amir Adh-Dhabi berkata: “Rasulullah SAW bersabda: Bersamaan dengan anak terdapat hak untuk diaqiqahi maka tumpahkanlah darah untuknya (dengan menyembelih binatang aqiqah) dan buanglah penyakit darinya (dengan mencukur rambut kepalanya)”. (HR. Abu Dawud)
Menurut hadist diatas, pelaksanaan aqiqah merupakan hak bagi setiap anak yang harus ditunaikan oleh orang tua. Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa aqiqah sebagai tebusan atas tergadainya sang bayi dengan menyembelih hewan aqiqah pada hari ketujuh kelahiran. Namun bagaimana jika karena satu atau beberapa hal menyebabkan orang tua tidak mengaqiqahi anaknya? Apabila sang anak telah menikah, apakah perintah mengaqiqahi akan menjadi tanggung jawab sang suami? Apakah boleh suami mengaqiqahi istrinya?
Hukum Suami Mengaqiqahi Istri
Menjadi pertanyaan yang sering muncul dalam masyarakat mengenai hukum suami mengaqiqahi istrinya. Para ulama juga berbeda pendapat menanggapi hal ini, karena masalah hukum suami mengaqiqahi istri hampir sama dengan hukum aqiqah untuk diri sendiri. Ada ulama yang berpendapat bahwa hukum suami mengaqiqahi istri dianjurkan, ada juga yang memperbolehkan dan ada yang berpendapat tidak perlu karena perintah aqiqah turun untuk dilaksanakan oleh orang tua sang bayi dan apabila terlambat tidak diaqiqahi maka gugur sunnah aqiqah.
Namun, ada ulama yang memperbolehkan suami mengaqiqahi istrinya dengan berdasarkan pada hadist berikut ini:
“Dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah SAW mengaqiqahkan cucunya Hasan dan Husain bin Ali masing-masing seekor domba (kambing kibas)”. (HR. Abu Dawud)
Dari hadist diatas dijelaskan bahwa diperbolehkan untuk mengaqiqahkan orang lain, misalnya suami mengaqiqahi istri seperti yang dicontohkan Rasulullah (sang kakek) ketika mengaqiqahkan cucunya, sehingga sunnah perintah aqiqah tidak hanya menjadi tanggung jawab orang tua (ayah) tetapi juga tanggung jawab keluarga sang bayi. Apabila suami berkehendak mengaqiqahi istrinya karena sang istri belum diaqiqahi maka hal itu diperbolehkan.
Bagi suami, aqiqah bisa menjadi hadiah bagi istri anda dan bagi ayah, aqiqah tentu menjadi hadiah tebusan tergadainya sang anak. Untuk mendukung acara aqiqah agar lebih praktis dan tentunya dengan cita rasa masakan yang lezat, anda bisa menghubungi Jasa Aqiqah Haji Andi di nomor: 085330483001
Baca juga: Risalah Aqiqah: Waktu yang Disunnahkan Untuk Aqiqah dan Daftar Harga Kambing Aqiqah Kediri Blitar Tulungagung dan Nganjuk